AAUI mencatat klaim yang dibayar asuransi kredit sepanjang semester I/2022 mencapai senilai Rp4,67 triliun. Angka ini melonjak 88,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp2,48 triliun. Sedangkan premi asuransi kredit tercatat hanya naik 8,9 persen year-on-year (yoy) yakni menjadi Rp6,39 triliun.
Wakil Ketua Bidang Statistik, Riset & Analisa AAUI Trinita Situmeang mengatakan,industri asuransi perlu mencermati adanya potensi cash flow mismatch untuk periode jangka panjang pada lini bisnis asuransi kredit.
“Yang perlu dicermati adalah potensi cash flow mismatch untuk periode-periode jangka panjang ini karena ketidakcukupan premi. Jadi (premi) sudah dibukukan di depan, di belakang nanti bisa berdatangan klaimnya,” ujar Trinita dalam konferensi pers, Rabu (21/9).
Perusahaan asuransi harus mampu melakukan pencadangan teknis dengan baik agar rasio klaim dapat dikelola secara optimal untuk mengantisipasi dinamika perekonomian yang penuh ketidakpastian. Pencadangan teknis dimaksudkan agar perusahaan asuransi dapat melakukan kewajibannya dengan baik saat terjadi klaim asuransi kredit yang diajukan oleh bank.
Direktur Utama PT Reasuransi Nasional Indonesia Achmad Sudiyar Dalimunthe mengatakan bahwa ada tiga faktor yang berpengaruh pada bisnis asuransi kredit. Pertama, perbankan terlalu ekspansif menyalurkan kredit tanpa melakukan analisa kelayakan debitur.
Kedua, perusahaan asuransi terlalu ekspansif menerbitkan polis asuransi kredit tanpa mempertimbangkan cakupan risiko kredit dan menetapkan tarif premi serta kondisi pertanggungan yang tidak seimbang dengan risiko.
Ketiga, perusahaan asuransi kurang sesuai dalam menetapkan pencadangan teknis terhadap pertanggungan asuransi kredit yang diterbitkan.