Klaim asuransi kredit akan membawa tingkat solvabilitas (risk based capital/RBC) beberapa perusahaan asuransi ke zona negatif. Hal ini terjadi karena kesalahan perusahaan asurans itu sendiri.
Praktisi asuransi senior, Hotbonar Sinaga, mengatakan dalam bisnis.com bahwa seringkali perusahaan asuransi memberikan cakupan asuransi kredit yang sangat luas. Akibatnya, risiko yang ditanggung oleh perusahaan asuransi tidak sebanding dengan premi yang disetorkan.
“Kalau sudah kena klaim [asuransi kredit], yang terlalu luas coverage-nya, barulah [perusahaan asuransi] bakal menyesal. Klaim yang dapat menyebabkan RBC negatif sehingga diwajibkan menyusun RPK (rencana penyehatan keuangan) yang harus didukung (tambahan modal oleh) pemegang saham,” kata Hotbonar, Selasa (4/10/2022) malam sebagaimana dikutip dari bisnis.com.
Beberapa perusahaan asuransi juga tidak hati-hati dalam melakukan perhitungan cadangan klaim. Beberapa perusahaan asuransi membukukan premi asuransi kredit yang periodenya lebih dari satu tahun namun dihitung untuk periode premi satu tahun. Hal ini akan mempengaruhi cadangan klaim asuransi kredit.
Bisnis asuransi kredit saya sebut sebagai bisnis candu. Perusahaan asuransi membayar klaim dari premi yang dibayar. Seperti ombang, premi yang diterima dan klaim yang dibayarkan besarannya timbul tenggelam dan saling menyalip. Maka, jika akhirnya asuransi tidak menerima bisnis asuransi kredit seiring tingginya risiko bisnis kredit, maka asuransi hanya akan membayarkan klaim untuk periode kredit yang tersisa.
Deputi Komisioner Pengawas IKNB II OJK Moch. Ihsanuddin mengingatkan perusahaan asuransi untuk tidak asal dalam menerima bisnis asuransi kredit tanpa memastikan produk pembiayaan atau kredit yang akan dijamin risikonya memiliki kualitas yang baik.
Ihsanuddin mendorong asuransi untuk lebih prudent dalam mengelola risiko kredit terutama dalam penentuan premi, terms, dan kondisi. Ia juga menyoroti masalah biaya akusisi yang berlebihan.
“Masalah perkomisian, temen-temen dari pelaku industri asuransi tolong bertobatlah. Janganlah kita selalu bersaing, selalu mengobral. Komisi ini masalah sepele, tapi ini akan membawa dampak apabila kualitas kreditnya tidak baik, urusannya panjang,” katanya.
Berdasarkan data AAUI terbaru, klaim dibayar asuransi kredit sepanjang semester I/2022 tercatat senilai Rp4,67 triliun, melonjak 88,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp2,48 triliun. Sedangkan premi asuransi kredit tercatat hanya naik 8,9 persen year-on-year (yoy), yakni menjadi Rp6,39 triliun.
Alhasil, rasio klaim asuransi kredit menembus angka 73 persen sampai dengan kuartal II/2022, naik tajam dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai 42,2 persen.
AAUI dan OJK telah mengadakan focus group discussion (FGD) FGD ini menjadi ajang bagi AAUI dan OJK untuk mendalami masalah asuransi kredit dan membenahinya.