Doktrin privity menyatakan bahwa hanya pihak-pihak yang terlibat langsung dalam kontrak yang dapat memperoleh manfaat dari kontrak tersebut dan menuntut atas dasar kontrak tersebut. Artikel ini menyoroti berbagai mekanisme hukum yang digunakan oleh pengadilan Malaysia untuk menghindari penerapan doktrin privity dan memastikan keadilan bagi pihak ketiga yang dirugikan.
Mengenal Doktrin Privity
Doktrin privity dalam hukum kontrak menetapkan bahwa pihak ketiga yang tidak menjadi bagian dari kontrak tidak dapat memperoleh manfaat atau menuntut berdasarkan kontrak tersebut. Hal ini sering menimbulkan kesulitan ketika kontrak dibuat untuk kepentingan pihak ketiga. Di banyak negara, termasuk Inggris, Australia, dan Kanada, telah dilakukan reformasi hukum untuk mengatasi masalah ini dan mengakui hak-hak pihak ketiga dalam kontrak.
Di Malaysia, doktrin privity masih diterapkan secara ketat. Contohnya dalam kasus Razshah Enterprise Sdn Bhd v Arab Malaysian Finance Bhd, di mana pengadilan menegaskan bahwa undang-undang kontrak Malaysia tidak memiliki ketentuan eksplisit terkait doktrin privity, sehingga doktrin ini tetap berlaku.
Mekanisme untuk Menghindari Doktrin Privity
Pengadilan Malaysia telah menggunakan berbagai mekanisme hukum untuk menghindari penerapan doktrin privity, termasuk:
- Konstruksi Liberal Mengenai Siapa Pihak dalam Kontrak Pengadilan dapat menafsirkan secara lebih luas siapa yang dianggap sebagai pihak dalam kontrak. Misalnya, dalam kasus Parimala a/p Muthusamy v Projek Lebuhraya Utara-Selatan, pengadilan mengakui adanya hubungan kontraktual antara pengguna jalan tol dan perusahaan pengelola jalan tol, meskipun pengguna jalan tol tidak secara eksplisit disebutkan sebagai pihak dalam kontrak.
- Kontrak Kolateral Kontrak kolateral adalah kontrak tambahan yang dibuat bersamaan dengan kontrak utama, di mana pihak ketiga dapat menuntut berdasarkan kontrak kolateral tersebut. Namun, untuk mengklaim adanya kontrak kolateral, pihak ketiga harus memberikan pertimbangan dan membuktikan adanya niat untuk menciptakan hubungan hukum.
- Agen Dalam mekanisme agen, pihak yang menjanjikan (promisor) bertindak sebagai agen bagi pihak ketiga yang diuntungkan. Misalnya, dalam kasus The Viva Ocean, pengadilan memutuskan bahwa pemilik kapal dapat dituntut sebagai agen dari perusahaan pengangkut.
- Kepercayaan (Trust) Mekanisme kepercayaan memungkinkan pihak ketiga untuk menuntut promisor jika dapat dibuktikan bahwa kontrak dibuat dengan niat untuk menciptakan kepercayaan bagi pihak ketiga. Dalam kasus Malaysian Australian Finance Co. Ltd. v The Law Union & Rock Insurance Co Ltd, pengadilan mengakui adanya kepercayaan meskipun tidak ada pernyataan eksplisit tentang kepercayaan dalam kontrak.
- Tort atau Kelalaian Pihak ketiga dapat menuntut berdasarkan tort atau kelalaian jika mereka dapat membuktikan bahwa promisor memiliki kewajiban untuk berhati-hati dan telah melanggar kewajiban tersebut, menyebabkan kerugian pada pihak ketiga.
- Estoppel Doktrin estoppel menyatakan bahwa seseorang tidak dapat menarik kembali pernyataan atau janji yang telah dibuat jika pihak lain telah mengandalkan pernyataan atau janji tersebut dan mengalami kerugian sebagai akibatnya. Dalam beberapa kasus, estoppel dapat digunakan untuk menghindari doktrin privity.
Meskipun berbagai mekanisme hukum tersedia untuk mengatasi doktrin privity, penerapan mekanisme ini sering kali terbatas dan tidak selalu memadai untuk memastikan keadilan bagi pihak ketiga. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk reformasi hukum di Malaysia yang mengakui hak-hak pihak ketiga dalam kontrak secara eksplisit, seperti yang telah dilakukan di Inggris dengan enactment of the Contracts (Rights of Third Parties) Act 1999.
Reformasi hukum ini penting untuk memastikan bahwa niat dari para pihak dalam kontrak untuk memberikan manfaat kepada pihak ketiga dapat diwujudkan, dan pihak ketiga tidak dirugikan oleh keterbatasan doktrin privity. Dengan adanya perubahan ini, sistem hukum kontrak di Malaysia dapat menjadi lebih adil dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.